Dari hasil penemuan dan penelitian fosil-fosil manusia purba yang terdapat di beberapa tempat di dunia, seperti di Indonesia dapat diketahui bahwa sejak jutaan tahun yang silam dunia ini dihuni oleh beberapa jenis manusia purba yang hidupnya berbeda-beda. Diperkirakan manusia purba muncul pertama kali di muka bumi sekitar tiga juta tahun yang lalu, yaitu pada zaman yang disebut zaman pleistosen. Setelah membandingkan fosil-fosil manusia purba, maka dapat diketahui jenis-jenis manusia purba di Indonesia dan hasil kebudayaannya, yaitu :

a. Megantropus

Megantropus Palaeojavanicus adalah makhluk yang dianggap paling primitif. Megantropus adalah fosil manusia kera besar dari Jawa. Makhluk ini diperkirakan perawakannya sudah tegap dan usianya lebih tua dari Pithecantropus. Masih terbatasnya temuan fosil makhluk ini, maka belum diketahui kedudukannya dalam evolusi manusia. Makhluk ini diperkirakan hidup antara 2.500.000 tahun yang lalu sampai 1.250.000 tahun yang lalu. Menurut para ahli, Megantropus itu sebenarnya Pithecantropus Erectus juga, hanya tumbuh berkembang lebih besar. Hal yang sama dapat kita lihat pada manusia sekarang, dimana ada yang badannya besar dan ada yang kecil, ada yang tinggi dan ada yang pendek.


Menurut bentuk fosil itu, kening menonjol dan tulang pipi tebal. Megantropus Paleojavanicus termasuk jenis homo habilis. Homo habilis ialah makhluk yang mirip manusia dan mirip monyet agak berimbang. Disebut habilis, karena pada tempat-tempat penemuan tulang belulangnya ditemukan pula jenis-jenis batu yang tampaknya telah dipergunakan untuk peralatan, sekalipun jenis-jenis batu itu belum diolah. Jenis homo habilis hidup antara 3.750.000 tahun sebelum masehi dan 1.500.000 tahun sebelum masehi. Megantropus Paleojavanicus hidup dari makanan yang terutama berasal dari tumbuhtumbuhan.

b. Pithecantropus

Di Indonesia makhluk Pithecantropus hidup pada masa pleistosen awal sampai masa pleistosen akhir. Pithecantropus yang dianggap paling tua adalah Pithecantropus Mojokertensis. Dari temuan-temuan fosil di Mojokerto dan Sangiran para ahli berkesimpulan bahwa makhluk itu sudah berdiri tegak dan diperkirakan hidup 2.500.000 sampai 1.250.000 tahun yang lalu. Jenis lain dari makhluk Pithecantropus adalah Pithecantropus Erectus. Nama Erectus yang artinya berdiri diberikan berdasarkan temuan fosil tulang paha yang kemudian diduga makhluk ini sudah berjalan tegak. Tinggi badan makhluk ini diperkirakan 160-180 Cm dan berat badannya sekitar 80-100 Kg. Makhluk ini hidup sekitar 1.000.000 sampai 500.000 tahun yang lalu. Berdasarkan perkiraan, volume otaknya 900cc. Adapun volume otak manusia 1.000cc. Makhluk Pithecantropus Erectus diduga lebih menyerupai kera.

Perkiraan itu diperkuat oleh adanya tonjolan di bagian keningnya. Gerahamnya lebih besar daripada geraham manusia biasa. Adapun jenis makhluk Pithecantropus yang diperkirakan hidup pada masa pleistosen akhir adalah Pithecantropus Soloensis. Volume otak makhluk ini berkisar antara 1.000-1.300 Cc. Tinggi badan diperkirakan antara 165-180 Cm. Makhluk ini hidup antara 900.000-300.000 tahun yang lalu. Pithecantropus memiliki tulang rahang, tengkorak bagian atas dan tulang paha sebelah kiri. Dengan tulang paha yang ditemukan sudah dapat diketahui bahwa makhluk itu berdiri tegak dan tengkorak sudah mendekati manusia.

Pithecantropus Erectus hidup secara berkelompok dengan berburu dan menangkap ikan serta mengumpulkan makanan. Pithecantropus Erectus diperkirakan hidup dalam kelompok-kelompok kecil bahkan mungkin dalam keluarga-keluarga yang terdiri dari enam hingga 12 individu, yang memburu binatang di sepanjang lembah-lembah sungai di dataran Sunda, cara hidup seperti itu agaknya tetap berlangsung selama satu juta tahun. Mereka diduga belum mengenal memasak makanan. Perkiraan itu didasarkan pada kemiripan temuan alat-alat dari batu dan bentuk fisik antara fosil Pithecanthropus Erectus dan fosil Pithecanthropus Pekinensis yang ditemukan di goa Chou-kou-tien di Cina. Kemudian ditemukan sisasisa artefak yang terdiri dari alat-alat kapak baru di sebuah situs dekat desa Pacitan, dalam lapisan bumi yang berdasarkan data geologi diperkirakan berumur 800.000 tahun, dan diasosiasikan dengan fosil Pithecanthropus yang telah berevolusi lebih jauh. Alat-alat kapak batu tadi sangat mungkin mereka pergunakan untuk menguliti dan memotongmotong daging binatang buruan yang sebelumnya mereka bunuh, mungkin dengan tombak kayu.

Hasil-hasil kebudayaan Pithecantropus, salah satunya adalah alat-alat Pacitan yang berasal dari lapisan yang sama dengan ditemukannya fosil Pithecantropus, sehingga diperkirakan bahwa alat-alat tersebut dibuat dan digunakan oleh manusia prasejarah jenis Pithecantropus. Budaya Pacitan pada hakikatnya memiliki dua macam tradisi alat-alat batu, yaitu tradisi batu inti yang menghasilkan alat-alat dari pemangkasan segumpal batu atau kerakal dan tradisi serpih, yang menyiapkan alat-alat dari serpihserpih atau pecahan-pecahan batu.

c. Homo

Makhluk lain yang diperkirakan lebih sempurna dari Pithecantropus adalah Homo, yang juga berarti manusia. Manusia purba homo ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu :


1. Homo Neanderthalensis


Jenis Neanderthalensis yang sudah ada di muka bumi sekitar 250.000 tahun yang lalu. Homo Neanderthalensis ini banyak mendiami daerah Eropa, Asia Barat, dan Afrika Utara. Kemampuan bertutur kata dari Homo Neanderthalensis diduga belum begitu berkembang. Volume otaknya bervariasi antara 1.000 sampai 2.000 Cc. Tinggi badan makhluk ini diperkirakan antara 130-210 Cm dengan berat- badan antara 30-150 Kg.

2. Homo Sapiens

Homo Sapiens sudah muncul di muka bumi sekitar 40.000 tahun yang lalu. Homo Sapiens ini sudah menyebar di hampir semua benua. Populasi homo sapiens sudah tersebar luas di Asia Tenggara, seperti di Niah, Serawak Malaysia, Palawan, Filipina, Cina selatan, dan di Australia yang diperkirakan hidup sekitar 3.000 tahun yang lalu. Fosil lain ditemukan di Wajak (dekat Tulung Agung, Jawa Timur).

Diduga Homo Sapiens ini sudah bertutur kata, sekalipun masih disertai dengan bahasa isyarat. Fosil Homo jika dibandingkan dengan jenis sebelumnya telah mengalami kemajuan. Mereka telah membuat alat-alat dari batu maupun tulang. Dalam berburu mereka telah mempergunakan alat-alat perburuan. Binatang hasil buruan setelah dikuliti lalu dibakar. Jenis umbi-umbian yang menjadi makanan mereka telah dimasak. Di lingkungan Homo Sapiens kemudian dikenal sekurang-kurangnya 5 ras pokok yang hidup sampai sekarang. Ketiga ras yang tersebar luas adalah Mongoloid, Kaukasoid, dan Negroid. Dua ras lagi yang persebarannya terbatas adalah ras Kosanoid dan Australomelanesoid. Adapun dari kelima ras itu yang mendiami Indonesia adalah Mongoloid dan Australomelanesoid.

Jenis manusia purba homo sapiens digolongan menjadi dua macam yang didasarkan pada daerah penemuannya, yaitu :


a. Homo Erectus Soloensis

Manusia tersebut dinamakan Soloensis, karena fosil-fosilnya bertebaran di sepanjang Bengawan Solo, yaitu di Ngandong Sambung macan dan Sangiran. Dari daerah ini, ditemukan dua buah tulang kaki dan 11 tengkorak dengan ukuran yang lebih besar dari pada Pithecanthropus yang lebih tua umurnya. Tengkoraknya menunjukkan tonjolan yang tebal di tempat alis, dengan dahi yang miring ke belakang. Suatu analisis cermat atas tengkorak tersebut yang dilakukan oleh ahli paleoantropologi di Indonesia (Teuku Yakup 1967) membenarkan bahwa manusia Ngandong itu merupakan keturunan langsung dari Pithecanthropus Erectus.

Homo Soloensis hidup sekitar 300.000 tahun sebelum masehi. Homo Soloensis mempergunakan perkakas batu, yang disebut kapak genggam, yaitu alat batu berupa kapak yang tidak bertangkai. Kapak itu dipergunakan dengan cara digenggam dalam tangan. Menurut Koenigman, manusia purba ini memiliki tingkat berpikir lebih tinggi dari pithecantropus erectus.

Diduga bahwa jenis Homo Soloensis ini adalah keturunan dari Pithecantropus Erectus. Menurut perkiraan, jenis ini pernah tinggal dan berkumpul di lembah sungai, artinya mereka sudah punya peralatan dan komunikasi. Manusia soloensis mungkin menyebar kemudian punah.


b. Homo Wajakensis


Fosil manusia purba Homo Wajakensis ditemukan di daerah Wajak, Jawa Timur. Penyelidikan terhadap sisa manusia Wajak menyimpulkan bahwa tengkoraknya berbeda dengan tengkorak bangsa Indonesia. Tengkorak itu lebih banyak persamaannya dengan tengkorak penduduk asli Australia. E. Debois melihat Homo Wajakensis ada persamaannya dengan orang Australia pribumi purba. Oleh karena itu, Eugene Dubois menduga Homo Wajakensis termasuk dalam ras Australoide, bernenek moyang Homo Soloensis dan kelak menurunkan langsung bangsa asli Australia. Manusia Wajak itu menyebar ke barat dan timur Benua Australia. Sebuah tengkorak kecil dari seorang perempuan, sebuah rahang bawah dan sebuah rahang atas dari manusia purba itu sangat mirip dengan manusia purba ras Australoid purba yang ditemukan di Talgai dan Keilor yang rupanya mendiami daerah Irian dan Australia.

Menurut Von Koenigswald, Homo Wajakensis seperti juga Homo Soloensis berasal dai lapisan plestosen atas dan mungkin sekali sudah bisa dikelompokkan dalam jenis Homo Sapiens. Karena sifat-sifat fisiknya lebih mendekati manusia sekarang (lebih muda dari manusia Solo), manusia itu merupakan bentuk evolusi dari manusia Solo. Dari sisa-sisa penemuan tampaknya Homo Wajakensis sudah mengenal penguburan.

Di pulau Jawa dan bagian Barat kepulauan Indonesia Malaya diperkirakan manusia purba mengembangkan kebudayaan berburu didaerah muaramuara sungai tidur di belakang tadah angin atau gua-gua mereka membuat perahu lesung yang mula-mula untuk menangkap ikan di rawa-rawa sepanjang pantai. Sebagai alat pemotong mereka menggunakan kapak tangan berbentuk cakram yang diasah tajam. Sisa-sisa alat ini ditemukan di situs-situs pra sejarah jenis abris sous roche dan moddinger di sepanjang Jawa Timur, Sumatera Timur dan Utara, Malaysia hingga Vietnam Utara. Manusia purba dari ras Autromelanesoid di bagian timur kepulaun nusantara dan Irian sudah membuat lukisan-lukisan gua juga alat-alat dari pecahan batu kecil (flakes) sebagai alat pemotong dengan pegangan kayu.


Alat-alat ini mereka bawa dan sebarkan ke arah barat yaitu dengan diketemukan alat-alat tersebut di gua-gua prasejarah Jawa Timur hal ini menandakan bahwa ada arus imigrasi ke Pulau Jawa. Kira-kira abad 40 sebelum masehi pulau Jawa merupakan daerah pertemuan dari ras dan kebudayaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri Mongoloid itu disebabkan karena ada arus migrasi yang berasal dari daratan Asia, dan yang bergerak ke pulau-pulau di Indonesia Timur, diduga mereka mengikuti rute persebaran komplek kebudayaan Bascon-Hoabinh, dalam perjalanannya ke kepuluan Nusantara, orang-orang ras Mongoloid itu agaknya bertemu dan kadang-kadang berbaur dengan orang-orang ras Australoid yang datang dari kepulauan di sebelah timur, dan berpindah ke arah barat sampai ke Jazirah Melayu.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diklasifikasikan jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia sesuai dengan zamannya, yaitu:


Sumber: http://gurumuda.com/bse/jenis-jenis-manusia-purba-dan-hasil-kebudayaannya